Diberdayakan oleh Blogger.
Powered By Blogger

Rabu, 21 Oktober 2015

Pengaruh Aliran Cash Flow Di Indonesia

Pengaruh Cash Flow di Indonesia Terhadap Pertukaran Rupiah Dengan Dollar Amerika

 Sebagai ilustrasi, importir melakukan kontrak pembelian barang pada tanggal 2 Januari 2015 pada saat nilai tukar USD/IDR pada level Rp 12.400. Kemudian pada tanggal pembayaran, yaitu 1 April 2015, USD menguat terhadap IDR sampai level Rp 13.000. Hal ini mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya impor sebesar Rp 600 untuk setiap USD yang dibutuhkan. Lebih jauh lagi, penguatan USD tersebut juga akan mempengaruhi harga jual barang di dalam negeri, dimana importir akan menaikkan harga seiring dengan meningkatnya biaya. Hal ini dapat membuat daya beli masyarakat berkurang. Dampaknya bagi perusahaan adalah terjadi perlambatan turnover penjualan barang yang diikuti oleh kenaikan biaya inventory yang pada akhirnya makin merugikan perusahaan.

Tapi Bank Mandiri memiliki solusi untuk mengatasi masalah itu. Bagi perusahaan yang memiliki perkiraan bahwa USD akan menguat terhadap IDR dan ingin melakukan mitigasi risiko nilai tukar, mereka dapat memilih salah satu alternatif solusi hedging yang ditawarkan Bank Mandiri, yaitu Transaksi Forward pembelian USD.

*(Hedging Adalah solusi yang akan membantu Anda memitigasi risiko mata uang asing dan memastikan Anda mendapatkan keuntungan nilai tukar kompetitif)

Transaksi Forward ini merupakan suatu kontrak pembelian atau penjualan suatu mata uang terhadap mata uang lainnya pada tanggal yang akan datang dengan rate atau harga yang ditentukan di awal transaksi (pada tanggal kontrak). Transaksi Forward pada umumnya dilakukan untuk jangka waktu 3 hari sampai dengan 6 bulan. Dengan transaksi Forward, perusahaan importir memperoleh kepastian biaya yang harus dianggarkan dalam IDR untuk mendapatkan sejumlah USD pada masa yang akan datang. Dengan demikian, apabila terjadi penguatan USD terhadap IDR, jumlah IDR yang telah dianggarkan perusahaan untuk membeli USD tidak mengalami perubahan.
Pemerintah akan mengeluarkan aturan baru untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah yang disebabkan oleh defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Aturan diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan aturan yang akan dikeluarkan adalah revisi Pajak Penghasilan (PPh) barang impor pasal 22 dan kemudian adalah penerbitan aturan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE).

"Minggu ini (dikeluarkan) jadi mestinya besok," ungkap Chatib usai hadiri seminar Internasional, di Gedung Djuanda Kemenkeu, Jakarta, Kamis (5/12/2013)


Dalam revisi PPh 22, pajak akan disetarakan menjadi 7,5% dari yang sekarang rata-ratanya hanya 2,5%. Pajak ditujukan untuk barang impor yang konsumsinya paling tinggi dalam beberapa tahun terakhir. Akan tetapi, ini tidak berlaku untuk impor pangan.

"PPh impor 22 kalau melakukan impor bayar dulu pajaknya diakhir tahun bisa dikreditkan, jadi kalau dia impor dia harus bayar di depan. Kalau PPh dinaikkan cash flow akan kena, dia akan kurangi volume impornya," paparnya.

Kemudian untuk KITE, ada kemudahan persayaratan untuk restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk para importir. Selama ini, aturan tersebut memang sudah ada, namun, saat ini yang difokuskan adalah kemudahan persyaratannya. Agar banyak eksportir yang lebih memanfaatkan.

Chatib menuturkan, aturan ini dimungkinkan untuk memberikan sinyal dari keseriusan pemerintah untuk mengatasi impor barang yang tidak penting. Di samping itu juga dapat membantu dalam pengentasan defisit transaksi berjalan yang saat ini masih terjadi.

"Ini adalah bagian dari reformasi struktural untuk memperbaiki kestabilan perekonomian. Harapannya dapat membantu mengatasi impor berlebihan dan mendorong ekspor agar terus meningkat," jelasnya.


Dampak Melemahnya Rupiah

Dinamika ekspor-impor memang berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara tujuan, dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk mata uang negerinya agar bisa terpakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor, biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara asal. Karena akhir-akhir ini, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya, maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Solusi yang paling tepat menjaga nilai mata uang kita adalah investasi emas. Kapanpun emas akan selalu stabil, walaupun pernah turun sesaat. Hal tersebut bukan berarti harga emas tidak stabil. Untuk melakukan investasi tentunya bukan di hitung dalam waktu yang singkat saja, tetapi investasi bisa dikatakan benar – benar investasi kalau kita menghitung dalam jangka yang lama, menjaga stabilitas harga dan mengamankan neraca perdagangan

Refferensi :

http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Pengaruh%20Remitansi%20terhadap%20Nilai%20Tukar.pdf
http://news.liputan6.com/read/12393/pertamina-membantah-kesulitan-icash-flowi
http://finance.detik.com/read/2013/12/05/113145/2433167/4/dolar-tembus-rp-12000-pemerintah-atur-ulang-kebijakan-impor
http://bisnis.liputan6.com/read/2333264/menkeu-sebenarnya-rupiah-sudah-bisa-menguat#

Ditulis Oleh : Unknown // 07.19
Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About